| 0 komentar ]

Bencana silih berganti melanda negeri ini, belum kering luka dan duka Kapuas Hulu dan Wasior, menyusul Mentawai dan Merapi, belum lagi bencana kecil-kecil yang tak pernah henti menghantam bumi pertiwi. Bukan sekedar hendak menyampaikan rasa berduka dan belasungkawa, komentar ini pun ingin mengkritisi beberapa persoalan mengenai bagaimana negeri kita menangani bencana yang ada, seperti apa pihak yang berkuasa dan memiliki otoritas menjalankan kebijakan penanganan bencana, dan sejauhmana keseriusan serta kesiapan mereka jika bencana itu terjadi. Sebelumnya minta ampun dan mohon maaf, bukan mau mencari kelemahan dan kesalahan, bukan pula hendak marah dan mencaci. Tapi memang sejatinya saat ini mungkin banyak orang yang marah melihat selalu lambannya negara menyelamatkan nyawa rakyatnya yang ditimpa bencana. Padahal sesungguhnya kita sudah tahu dan ngerti bahwa negeri kita adalah negeri yang rawan bencana.

Terlepas dari kepasrahan bahwa bencana merupakan takdir yang tak dapat ditolak seperti pepatah untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, tapi penanganan bencana dan penyelamatan korban bencana adalah bagian dari ikhtiar yang mestinya dilakukan dengan sungguh dengan seluruh kemampuan, terutama dari pihak yang memilik otoritas dan wewenang.

Berkaca dengan Wasior, tiga hari setelah bencana barulah bantuan datang, seminggu kemudian baru sang Kepala Negara berkunjung, meskipun sebenarnya lebih tepat disebut sebagai kunjungan tamasya. Dan, uniknya. ketika sang Kepala Negara hendak tiba, barulah semua posko pengungsian dipercepat pembangunannya, barulah jalan-jalan yang terputus diperbaiki, barulah bantuan dipercepat sampainya.

Kemudian ketika tsunami melanda Mentawai, Sedih bercampur marah ketika saya mendengar berita bahwa bantuan kepada korban Tsunami Mentawai baru akan tersalurkan optimal dalam waktu lima hari. Waaaw selalu saja telat, selalu saja terlambat, dan selalu saja alasannya adalah karena medan dan letak geografis yang sulit untuk dijangkau sehingga susah menyalurkan bantuan. Praktis warga yang menjadi korban Tsunami Mentawai harus berjuang sendiri bertahan hidup dengan segala penderitaannya.

Tidak usah jauh-jauh di daerah saya ini juga, penolongan atau bantuan terlalu lambat oleh pemerintahan daerah, apakah letaknya yang menjadi alasan. dan pemerintah hanya bisa bilang sabar-sabar dan tungu.

Alasan medan yang sulit sehingga membuat penyaluran bantuan menjadi terhambat menjadi alasan klasik yang menurutku sulit saya pahami. Memang benar bahwa Kapuas Hulu, Wasior atau Mentawai adalah daerah yang secara geografis sulit terjangkau, tapi bukan berarti tidak dapat diupayakan terjangkau. Apalagi ini sudah kondisi darurat, artinya ditengah situasi seperti ini, segala daya upaya apapun harus diusahakan untuk menyelamatkan jiwa manusia yang masih hidup.

Berkaca pada pengalaman Chile, meskipun keadaanya berbeda, tapi konteks masalah bencananya tetap sama, dan semangat menyelamatkan nyawa manusianya tetap sama. Maka kita lihat bagaimana sang Kepala Negara dengan sigap dan dengan menghilangkan segala atribut, prosedur dan keprotokoleran, mengerahkan semua kemampuan dan sumber daya yang ada untuk menyelamatkan rakyatnya.

Kalau kita lihat Kapuas Hulu, Wasior dan Mentawai, mungkin juga Merapi, maka kita akan melihat bahwa Negara kita adalah Negara yang memang super prosedural, hyper protokolerisme dan birokratisme, sehingga lamban dan acap dipandang tak acuh atau abai terhadap keselamatan nyawa rakyatnya. Hal ini menjadi suatu preseden bahwa memang penghargaan terhadap nyawa manusia tidak begitu penting di negeri ini.

Sebagaimana kasus Mentawai ini, penyaluran bantuan yang lamban dan memakan waktu yang lama jelas menyatakan bahwa Negara melakukan pembiaran terhadap rakyatnya. Padahal alasan lokasi yang sulit bukanlah alasan yang sama sekali tepat. Karena sebagaimana disampaikan di berita bahwa Mentawai hanya bisa dengan cepat dijangkau melalui udara, yakni dengan helikopter dan pesawat kecil. Pertanyaannya, mengapa tidak ada daya upaya mengerahkan helikopter dan pesawat kecil untuk transportasi pengiriman bantuan? Apakah karena helikopter dan pesawatnya tidak ada? Saya kira hampir semua institusi militer dan berbagai instansi sipil serta swasta di negeri ini memiliki kendaraan helikopter. Apakah tidak dapat di-instruksikan atau di suruh untuk dipergunakan? Saya kira dengan kondisi darurat seperti ini, maka tidak ada alasan untuk tidak dikerahkan atau tidak dilibatkan dalam menangani korban bencana. Apakah alasan biaya operasional pesawat dan helikopter yang besar yang menjadi kendalanya? Ini lebih tidak manusiawi lagi, karena yang namanya penanganan bencana tidak layak di ukur atau diperhitungkan dengan hitungan ekonomis dan finansial, nyawa manusia lebih berharga ketimbang apapun. Nyawa seorang kepala negara dengan seorang warga masyarakat biasa tetaplah nyawa yang sama berharganya.

Maka lagi-lagi jika belajar dari pengalaman Chile yang mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya, maka seharusnya negeri inipun dengan segala sumber daya yang ada termasuk helikopter dan pesawat perintis yang ada harus di ikhitiarkan untuk membantu para korban. Jangan malah dengan alasan letak geografis, lokasi dan medan yang sulit terjangkau lagi-lagi menjadi penilaian pembiaran, dan membiarkan warga yang menjadi korban bencana berjuang sendiri melanjutkan hidup di tengah kesengsaraan dan penderitaan.

Kemudian, jika melihat pengalaman penanganan bencana yang pernah terjadi di negeri ini, maka selalu saja muncul masalah terkait koordinasi antar instansi, masalah prosedur dan segala tetek bengek yang nyatanya tidak terkait langsung dengan penanganan korban secara cepat dan tepat, tapi malah justeru memperlambat. Misalkan dalam menangani bencana, jika ada kunjungan pejabat apalagi kepala negara, yang justeru sibuk bukanlah menangani korban yang masih dan harusnya diselamatkan, tapi hanya malah sibuk pada persiapan menyambut dan seremonial yang tak penting. Makanya, berbeda dengan negara-negara lain yang pemimpinnya memiliki sense empati, simpati dan tanggung jawab, jika terjadi bencana, maka mereka malah tidak mempedulikan lagi prosedur dan protokoler resmi. Karena yang namanya keadaan darurat membutuhkan tindakan aksi yang cepat dan tepat. Tapi kenyataan itu tidak berlaku di Indonesia. Memang Aneh...!

Memang bencana alam ini datang tidak tepat waktu, seharusnya bencana ini datang bertepatan pula dengan masa kampanye, sehingga semua akan berlomba-lomba datang membantu, saling dahulu mendahului, sekalian untuk jual tampang dan menjajakan wajah mencari muka dan simpati. Apakah kita harus bertanya KEPADA RUMPUT YANG BERGOYANG

0 komentar

Posting Komentar